Langsung ke konten utama

Postingan

Payung di Kala Hujan: Ketika Kau Tak Bisa Memprediksi Masa Depan

Aku suka hujan. Tidak ada alasan yang pasti mengapa aku begitu menyukai hujan. Rasanya aku benar-benar menikmati tiap tetesannya yang jatuh ke bumi. Meskipun terkadang menjengkelkan karena kerap kali menghambat aktivitas, tapi ujung-ujungnya kadang aku juga suka nekad menerobos, kalau ga bawa payung. Tapi setelah dipikir, beberapa tahun terakhir aku tak pernah memanfaatkan fungsi payung hahaha. Rasanya damai saja, ketika langkah kakiku beradu dengan derasnya air yang turun. Basah sudah pasti, paling aku uring-uringan sendiri sampe indekos karena harus mengepel lantai yang juga ikut imbas basahnya karena pakaianku. Ngomong-ngomong soal hujan. Tampaknya November ini mulai memasuki musim hujan. Setelah kemarau panjang di bumi Jakarta dan sekitarnya, beberapa hari terakhir ini hujan mulai mengguyur. Langit mulai menggelap di siang atau sore hari, lalu malamnya tetesan air itu pun berhasil mencapai bumi. Seperti malam ini, malam minggu. Malam yang ditunggu oleh banyak orang, entah untuk men
Postingan terbaru

Gugurnya Sang Panji Uhud

Bismillah Matahari bersinar terlalu terik kala itu. Seperti biasa. Mekah memang seperti itu. Seorang pemuda tampan berjalan menyusuri Kota Mekah. Seantero Mekah juga tahu siapa pemuda yang tengah berjalan itu, ditambah lagi dengan ciri khas aroma parfum yang digunakannya. Parfum dari negeri Yaman, parfum mewah dan mahal yang tidak sembarangan orang memakainya. Dia pemuda yang banyak gadis memujanya, bukan hanya karena ketampanannya, tapi juga karena kecerdasan dan kecemerlangannya. Pemuda yang terlahir dari keluarga kaya dan penuh kemewahan. Tak pernah satupun keinginannya di tolak oleh kedua orang tuanya. Dia adalah Ibnu Umair, atau dikenal dengan lengkap sebagai Mush’ab bin Umair. Langkah kakinya terus menyusuri Kota Mekah hingga ia tiba di Bukit Shafa, di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Darul Arqam, begitulah kaum muslimin mengatakannya. Ia kesini bukan tanpa tujuan. Hari-harinya selalu diliputi tanda tanya mengenai sosok Muhammad yang selalu saja diperbincangkan oleh orang-orang

Lelah atau Menyerah

"Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan." - Imam Syafi'i - "Ada apa hari ini?", tanyanya disela rasa lelah yang saat ini menyelimutiku. Aku tidak memiliki tenaga hari ini. Cukup. Aku malas menjawabnya. Aku menelungkupkan kepalaku di atas meja.  "Hei!" "Aku lelah, ku mohon. Aku malas untuk berbicara." "Kau sedang lelah atau menyerah?" "Sama saja." "Tentu berbeda. Jika kau lelah silahkan istirahat sejenak untuk kembali menata hati dan kembali melangkah. Tapi jika kau menyerah, harus apa? Bukankah menyerah adalah akhir segalanya?" "Aku menyerah karena sudah sangat lelah dengan semuanya." "Apa yang kau lelahkan hingga membuatmu menyerah?" "Perjuangan ini." "Perjuangan semacam apa yang membuatmu begitu cepat menyerah? Perjuangan meraih ambisi dunia? Jika iya, pantas saja kau mudah menyerah." Mendengar jawabannya aku menegak

Kematian

“Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.”  (QS. An-Nisa' : 78) Aku berlari kecil menuju halte bus di dekat indekos ku. Hari ini aku memiliki janji untuk pergi entah kemana bersama sahabatku. Beberapa jam yang lalu dia menghubungiku secara mendadak untuk mengajakku ke suatu tempat yang sampai sekarang tak diberitahunya. Aku pun mengiyakan ajakannya mengingat aku butuh sedikit refreshing di tengah tugas kuliah yang menumpuk. Dan aku sedikit terlambat dari jam janjianku dengannya, alhasil aku berlari kecil untuk pergi ke halte bus. Mengingat  pula bus yang akan ku naiki dengannya akan tiba beberapa detik lagi. Itu sesuai jadwal yang ku lihat di aplikasi. "Huft... Nan, maaf telat." Dia menoleh ke arahku yang datang dengan nafas memburu. "Gapapa, jam Indonesia biasa kan?" Aku hanya mengangguk lemah tanpa membela mengapa aku bisa telat. Aku hanya belum sanggup berbicara lebih

Kamu Cantik Kok!

Bismillahirrahmanirrahim “Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnyake seluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”   (QS. Al Ahzâb [33]: 59) Cantik. Satu kata yang pernah membuat saya terjebak dalam kubangan ‘insecure’. Dari kecil, saya selalu berada dalam lingkungan dimana orang-orang melihat kecantikan paras menjadi hal yang sangat penting dalam menilai seorang wanita. Sejak Sekolah Dasar, saya selalu dikelilingi oleh orang-orang yang berparas cantik, hal itu terus berlanjut hingga saya menduduki bangku Sekolah Menengah Atas. Satu hal yang saya lihat, bahwa orang berparas cantik memiliki kedudukan istimewa bagi kebanyakan orang, terutama untuk kaum laki-laki. Saya sempat berpikir, bahwa kalimat “Don’t judge a book by its cover” hanya sebuah kalimat pen

Bibliophile

“Ingin ku tunjukan sesuatu yang lebih indah dari ini Azadeh?” “Adakah hal yang lebih indah dari ini, Gulzaar?”, Azadeh memandang sekilas Gulzaar. Lalu matanya kembali memandang bangunan kecil yang memiliki arsitektur dengan nuansa perpaduan budaya yang dapat memukau siapapun. Bangunan kecil itu didirikan untuk sebuah cafetaria di Kota tempat berpijak kedua wanita itu. Azadeh   memang tak pernah meragukan Gulzaar tentang masalah rancang-merancang bangunan. Dia tau, bahwa sahabatnya itu sangat ahli dalam bidang ini. Azadeh juga sangat yakin, dengan arsitektur yang dapat memukau pandangan ini, cafe yang hendak didirikan oleh Gulzaar ini akan ramai dikunjungi oleh banyak orang.  Gulzaar, artinya bunga mawar. Bagi Azadeh, nama itu sangat cocok disematkan untuk sahabatnya itu. Gulzaar adalah wanita yang sangat mirip dengan bunga mawar. Gulzaar sangat bersinar layakya mawar di musim panas. Dia wanita yang indah jika dipandang dari jauh, namun jika mendekat dia akan menjadi wanit

Menyesal

Bismillahirrahmanirrahim “ Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. ” (QS. An Nisa’: 110)             Ba’da Maghrib. Malam Jum’at, 13 Jumadal Akhir 1441 Hijriah ... Suara salam dari sang imam masjid sudah menggema. Seketika riuh suara anak-anak pun ikut terdengar diikuti dengan suara langkah kaki mereka yang berlari menghambur keluar masjid. Seperti biasa, sebagian dari mereka ada yang langsung kembali pulang atau berlarian saling kejar dengan temannya di halaman masjid atau bahkan mereka bergegas pergi ke rumah guru ngaji untuk melaksanakan rutinitas mengaji mereka selepas maghrib. Melihat itu saja bisa membuatku tersenyum bahagia. Iya, bahagia rasanya ketika aku masih memiliki waktu untuk kembali ke kampung halaman pada masa liburan. Aku bisa melihat banyaknya aktivitas orang-orang yang tak dapat ku temukan di kota besar temp