Bismillahirrahmanirrahim
“Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya,
kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.”
(QS. An Nisa’: 110)
Ba’da Maghrib.
Malam
Jum’at, 13 Jumadal Akhir 1441 Hijriah ...
Suara
salam dari sang imam masjid sudah menggema. Seketika riuh suara anak-anak pun
ikut terdengar diikuti dengan suara langkah kaki mereka yang berlari menghambur
keluar masjid. Seperti biasa, sebagian dari mereka ada yang langsung kembali
pulang atau berlarian saling kejar dengan temannya di halaman masjid atau
bahkan mereka bergegas pergi ke rumah guru ngaji untuk melaksanakan rutinitas
mengaji mereka selepas maghrib.
Melihat
itu saja bisa membuatku tersenyum bahagia.
Iya,
bahagia rasanya ketika aku masih memiliki waktu untuk kembali ke kampung
halaman pada masa liburan. Aku bisa melihat banyaknya aktivitas orang-orang
yang tak dapat ku temukan di kota besar tempatku berkuliah. Aku masih bisa
menemukan anak-anak kecil jalan beriringan untuk pergi mengaji, para orang tua
yang saling bercengkrama selepas maghrib, dan aku bisa melepas penat sejenak
dari hiruk pikuk kota.
“Ayo
Mbak kita ngaji.”
Ajakan
sesingkat itu saja sudah bisa membuat hatiku damai. Ajakan dari wanita yang
sudah sepuh namun semangatnya tak pernah sepuh untuk belajar.
Ya,
nenek tidak bisa membaca huruf Al-Qur’an. Maka dari itu ia selalu meminta
cucu-cucunya untuk mengajarinya. “Nenek sekarang nyesal kenapa ga dari dulu
nenek belajar Al-qur’an. Kenapa baru sekarang ini nenek belajar”, ucap nenek
sebelum memulai.
Aku
terdiam sejenak, memperhatikan nenek yang masih melihat iqro’ sambil berusaha
sedikit demi sedikit melafalkan huruf-hurufnya. “Semua pasti ada hikmahnya,
Nek. Ada rasa penyesalan dalam diri nenek itu aja udah bagus, Insyaa Allah
semua dipermudah Allah, yang terpenting nenek tetap semangat dan berusaha buat
belajar Al-Qur’annya.”
Nenek
mengangguk. “Iya Mbak, rasanya nenek malu sama diri nenek sendiri. Malu sama
orang-orang yang buta, yang ga bisa lihat, tapi bisa baca Al-Qur’an dan bisa
sampai hapal Masyaa Allah. Terkadang dalam hati nenek suka nanya, kenapa nenek
ga bisa baca Al-Qur’an padahal mata nenek masih bisa lihat, nenek masih bisa
baca.”
Perkataan
nenek membuatku tersentak. Aku tidak pernah tahu bahwa nenek memiliki
penyesalan yang begitu luar biasa dalam dirinya. Aku pun kembali bertanya pada
hatiku ‘bagaimana denganmu wahai diri? Sudah sebesar apa penyesalanmu?’
“Nenek
malu, kenapa udah tua gini, udah mau meninggal baru sadar mau belajar. Betul-betul
nyesal rasanya.”
Karena rasa penasaranku, aku mencoba
bertanya kenapa nenek tidak bisa membaca Al-Qur’an sampai setua ini.
Jawaban nenek seketika membuatku
kembali mengucapkan kalimat syukur kepada Allah, syukur aku dilahirkan di zaman
yang semuanya dipermudah untuk belajar apapun, dan syukur karena terlahir
dengan karunia agung yang diturunkan Allah.
“Uyut
buyutmu bukan keluarga kaya. Mbak.”
Begitulah
kata nenek. Terlahir dari keluarga yang kurang dalam hal ekonomi ditambah
memiliki banyak saudara, membuat hidup nenek yang hanya untuk belajar saja pun
sulit. Nenek bilang padaku, dulu sehabis pulang sekolah nenek tak pernah
merasakan kenikmatan untuk berleha-leha sedetik pun. Sehabis ganti baju nenek
langsung bergegas menuju ladang untuk membantu buyutku untuk menggarap. Pulang
hingga petang bahkan sampai adzan maghrib berkumandang, membuat nenek tak
memilik waktu sekedar untuk membaca. Belum lagi sebuah ironi yang menimpah anak
perempuan zaman dulu, yang selalu dipatahkan semangatnya untuk belajar.
“Alah,
perempuan gausah sekolah tinggi-tinggi dan ga perlu belajar sampai pintar, toh
akhirnya juga di dapur.”
Itulah
ungkapan buyutku pada nenek yang kembali diceritakan nenek padaku. Miris
rasanya mendengar cerita nenek dimana seorang perempuan diperlakukan tidak adil
dalam hal menuntut ilmu. Tapi aku juga begitu salut dengan nenek yang bahkan
sudah sulit untuk mengenal dan mengingat huruf pun masih memiliki semangat yang
tinggi untuk mempelajari Al-Qur’an. Sekali lagi aku kembali bertanya pada
hatiku, sudah setinggi apa semangatku mengejar ilmu agama-Nya?
Dan
tidakkah hati kalian juga bertanya demikian?
Dari
nenek juga aku bersyukur hidup pada masa kini, perempuan tidak dipandang
sebelah mata lagi untuk belajar dan menuntut ilmu. Dan aku juga bersyukur
diberikan orang tua yang sangat luar
biasa mendukungku untuk terus belajar.
Semoga
kita selalu menjadi orang yang selalu memiliki semangat dalam menuntut ilmu,
terutama menuntut ilmu agama Allah. Semoga penyesalan-penyesalan buruk dalam
diri kita membuat diri kita terus untuk memperbaiki diri di hadapan-Nya.
Wallahu’alam
Bishawab.
😍😍😍😍😍😍
BalasHapus