Langsung ke konten utama

Pernah Terjebak

Bismillahirrahmanirrahim

"Katakanlah (Muhammad), Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang."

(QS. Ali 'Imran [3] : 31)


Tak bisa memungkiri atau mungkin bisa saja, entahlah. Terserah kalian lebih pilih yang mana. Tapi menurutku poin pertama lebih aku pegang. Ya, tak bisa aku memungkiri, setiap insan yang masih menghirup oksigen dalam hidupnya pasti memiliki idola. Entah itu sebagai inspirator atau motivator atau bahkan berangan sebagai belahan jiwanya. Aku tak menampik poin terakhir, karena beberapa temanku ada yang seperti itu. Mengidolakan seseorang sampai berharap dia menjadi belahan jiwanya.

Termasuk aku.

Aku salah satu yang berangan menjadikan idolaku sebagai belahan jiwaku. Salahkah? 

Bagiku tak salah, kalau kalian tahu siapa yang aku idolakan. Sebelum aku beritahu, bolehkah aku bercerita sejenak?
Ya.

Cerita tentang perjalanan bagaimana aku bisa mengenal idolaku sampai berharap kelak dia menjadi belahan jiwaku.

Dulu, aku sangat menyukai sepak bola. Apapun yang berkaitan dengan sepak bola, aku tak pernah ketinggalan. Bahkan aku lebih update mengenai sepak bola dibandingkan abangku. Abangku justru yang sering bertanya kepadaku tentang sepak bola. Mulai dari jadwal pertandingan, transfer pemain antar club, sampai statistika pertandingan pun dia bertanya padaku. Jika kalian bertanya, apakah aku tahu tentang semua itu?

Jawabannya iya.

Sefanatik itulah aku dengan sepak bola. Terutama dengan club andalanku 'FC Barcelona'. Kalian bisa bertanya apapun tentang Barcelona kepadaku, dan ku pastikan aku tahu tentang club yang sangat ku banggakan dulu. Kalian juga bisa melihat sisi lain fanatik ku dengan mengunjungi lemari ku. Kalian bisa melihat seberapa banyak jersey Barcelona tergantung. Belum lagi tas, tempat tidur, buku, dan barang lainnya, semua bergambar logo Barcelona. Dari situ kalian bisa menilai kadar kefanatikan ku dengan sepak bola, terutama dengan club andalan ku.

FC Barcelona.

Sampai suatu ketika, ada sebuah cercaan yang membuatku sadar. Sadar bahwa aku sudah 'terjebak' dengan perangkat bangsa jin.

Saat itu, aku merasa senang karena mendapatkan poster bergambar logo Barcelona dan para pemainnya dari hasil pemberian abangku. Akhirnya, aku memajang poster itu di dinding kamarku pada saat hendak pergi sekolah. Berharap aku bisa semangat sekolah setelah melihat mereka.

Posternya aman terkendali. Sudah terpajang dengan rapi. Dan aku pun berangkat ke sekolah.

Namun, seketika amarahku memuncak. Ketika pulang sekolah, dinding kamarku bersih tanpa ada poster club andalanku itu. Aku pun menghampiri mamak ku yang tengah mengangkat jemuran dibelakang rumah.

"Mak, kemana semua poster Barcelona kakak?", tanyaku.

"Mamak buang", jawab mamak ku dengan nada yang sedikit ketus.

Aku terkejut dengan jawaban mamak ku. Dan tubuhku mulai melemas. "Kok dibuang, Mak?"

"Untuk apa poster kekgitu dipajang-pajang?", tanya mamak ku masih dengan nada ketusnya.

"Siapa tahu bisa jumpa, Mak."

"Kau mau jumpa sama mereka?"

Aku pun mengangguk.

"Yaudah jangan shalat, jangan ngaji, biar masuk neraka kau, kan jumpa nanti sama orang itu. Gampang kan?"

Aku tersentak. 

Ucapan mamak tak salah, batinku.

Aku pun terdiam.

"Mamak bukan marah sama kakak, tapi mamak ngasih pelajaran ke kakak. Apa yang mereka kasih untuk kakak, sampai kakak mengagungkan mereka?"

"Kakak gak mengagungkan mereka, mak."

"Kalo bukan mengagungkan apa namanya? Sampai dipajang gitu mukanya di dinding. Nanti yang bangun tidur siapa pertama yang kakak lihat? Kalo udah dilihat, pasti kakak ingat mereka. Itu kan gak baik kak. Jadi kakak bisa lupa sama Allah. Bangun tidur bukannya ingat Allah dan baca do'a, malah melihat mereka yang bahkan ga menyembah Allah."

Aku masih terdiam. Ucapan mamak mana yang salah? Aku pun tak bisa menyanggah. Sama sekali.

Aku pun menunduk, tak berani membuka suara.

"Kenapa yang dipajang bukan kaligrafi aja? Kaligrafi Asmaul Husna misalnya. Kan kakak pinter bikin kaligrafi, yang kekgitu malah disimpan. Kan terbalik."

"Mamak bukan ngelarang kakak untuk suka hal itu, tapi harus dibatasi. Jangan sampai kita terjebak", ucap mamak ku lagi.

"Terjebak?", akhirnya aku berani membuka suara.

"Iya terjebak sama perangkat Iblis yang berusaha buat kita lupa sama Allah", jawab mamak.

"Mungkin sulit bagi Iblis untuk menggoda kita dengan melalaikan kita shalat atau membaca al-Qur'an. Tapi mudah bagi Iblis untuk menggoda kita dengan melalaikan kita dari tauhid kepada Allah, tanpa kita sadari. Contohnya, berlebihan dalam menganggumi makhluk."

"Kakak paham kan maksud mamak?"

Aku mengangguk patuh. "Paham, Mak."

"Coba gih, kakak mulai pajang kaligrafi di dinding, biar yang diingat setiap bangun tidur itu Allah."

Aku sedikit berpikir. 

Aku pun tersenyum dan mengangguk mengiyakan perkataan mamak. 

Sekarang, aku tersadar karena ucapan mamak. Selama ini, mamak memang melarangku untuk menyukai sepak bola karena aku seorang wanita. Terlebih lagi aku sangat berlebihan menyukainya. Tapi selama itu pula, aku tak pernah peduli dengan larangan mamak. Sampai akhirnya dititik ini. Saat kesabaran mamak sudah habis. 

Mungkin.

Bukan.

Lebih tepatnya, mamak sudah benar-benar melihatku yang terlalu berlebihan. Alhasil, omelan mamak keluar.

Dan itulah awalnya, kesadaranku mulai muncul.

Aku pun mencoba untuk melepaskan semuanya. Melepaskan semua kefanatikan ku. 

Dan dari peristiwa inilah, aku menemukan idola baru yang tadi ku ceritakan. Idola yang aku berharap menjadi belahan jiwanya kelak.

Dia inspirator ku.

Motivatorku.

Panutanku.

Pedomanku.

Dan Insyaa Allah belahan jiwaku.

Dialah Rasulullah shallahu'alaihi wa sallam. 

Satu-satunya idola yang bagiku berhak diharapkan menjadi belahan jiwa siapa pun. Parasnya melebihi oppa korea yang sering diteriaki oleh temanku.

Dan paling utama, seluruh lini kehidupan beliau yang sempurna. Akhlak beliau, sikap beliau, ucapan beliau, tak ada satupun yang tak pantas ditiru. 

Tentunya juga, mengidolakan beliau tidak akan membuatku 'terjebak' dengan perangkat makhluk tak kasat mata. Iblis dan para pasukannya.

Yang ingin menghilangkan tauhid di hatiku.


Terima kasih untuk wanita yang ketus dalam memberi nasehat, namun menyadarkanku betapa jahilnya agama dalam hatiku.

Mamak ku.

Dan ...
Salam rindu dan cintaku, belahan jiwaku ...

Wallahu'alam bishawab

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Kimia Menentukan Perubahan Entalpi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA MENENTUKAN PERUBAHAN ENTALPI REAKSI   OLEH             KELOMPOK                                    : II ANGGOTA                                       : 1.       ADI YULIANTTO                                                    2155905 2.       ARIZKY PERWIRA RANGKUTI                          2155908 3.       FADHILLAH NUR PRATIWI                                 2155915 4.       FAISAL ALFANSURI S                                          2155916 5.       FUADIANTI AULIA                                                2155919 KELAS                                              : XI IPA 6 TANGGAL PRAKTIKUM             : 15 September 2016 GURU PEMBIMBING                   : Darmayanto S.Pd., M.Si SMAN 1 (PLUS) MATAULI PANDAN T.P 2016-2017 1.1 JUDUL PRAKTIKUM             Menentukan Perubahan Entalpi Reaksi 1.2 TUJUAN PRAKTIKUM             1) Dapat menentukan perubahan entalpi pada reaksi ant

Gugurnya Sang Panji Uhud

Bismillah Matahari bersinar terlalu terik kala itu. Seperti biasa. Mekah memang seperti itu. Seorang pemuda tampan berjalan menyusuri Kota Mekah. Seantero Mekah juga tahu siapa pemuda yang tengah berjalan itu, ditambah lagi dengan ciri khas aroma parfum yang digunakannya. Parfum dari negeri Yaman, parfum mewah dan mahal yang tidak sembarangan orang memakainya. Dia pemuda yang banyak gadis memujanya, bukan hanya karena ketampanannya, tapi juga karena kecerdasan dan kecemerlangannya. Pemuda yang terlahir dari keluarga kaya dan penuh kemewahan. Tak pernah satupun keinginannya di tolak oleh kedua orang tuanya. Dia adalah Ibnu Umair, atau dikenal dengan lengkap sebagai Mush’ab bin Umair. Langkah kakinya terus menyusuri Kota Mekah hingga ia tiba di Bukit Shafa, di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Darul Arqam, begitulah kaum muslimin mengatakannya. Ia kesini bukan tanpa tujuan. Hari-harinya selalu diliputi tanda tanya mengenai sosok Muhammad yang selalu saja diperbincangkan oleh orang-orang

Lelah atau Menyerah

"Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan." - Imam Syafi'i - "Ada apa hari ini?", tanyanya disela rasa lelah yang saat ini menyelimutiku. Aku tidak memiliki tenaga hari ini. Cukup. Aku malas menjawabnya. Aku menelungkupkan kepalaku di atas meja.  "Hei!" "Aku lelah, ku mohon. Aku malas untuk berbicara." "Kau sedang lelah atau menyerah?" "Sama saja." "Tentu berbeda. Jika kau lelah silahkan istirahat sejenak untuk kembali menata hati dan kembali melangkah. Tapi jika kau menyerah, harus apa? Bukankah menyerah adalah akhir segalanya?" "Aku menyerah karena sudah sangat lelah dengan semuanya." "Apa yang kau lelahkan hingga membuatmu menyerah?" "Perjuangan ini." "Perjuangan semacam apa yang membuatmu begitu cepat menyerah? Perjuangan meraih ambisi dunia? Jika iya, pantas saja kau mudah menyerah." Mendengar jawabannya aku menegak