Langsung ke konten utama

Mereka yang Berhati Luar Biasa

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Dia mendapat (pahala) dari (kebajikan) yang dikerjakannya dan dia mendapat (siksa) dari (kejahatan) yang diperbuatnya ... "

(QS. Al-Baqarah [2]: 286)

Bismillahirrahmanirrahim

Hal yang paling sulit dalam hidup adalah ketika kita berhadapan dengan ujian. Tak ada satu orang pun yang ingin diberi ujian. Sebagian orang ada yang menerima ujian itu dengan berlapang dada, namun tak sedikit juga mereka yang lari dan putus asa bahkan menyalahkan Tuhan, yang berakhir menjauh dari Tuhan.

Dan itu hampir terjadi pada saya. Sempat berpikir bahwa Allah itu jahat dan tidak adil kepada saya. Namun, lagi, Allah memberikan sebuah pelajaran di setiap kejadian hidup yang saya lewati. Dan Allah menyadarkan saya, bahwa bukan Allah yang jahat kepada saya, tapi sayalah yang jahat kepada Allah. Selama ini, saya yang jauh dari-Nya dan saya yang melupakan-Nya. Dan ujian itulah, bentuk kasih sayang Allah kepada saya agar saya kembali mendekat kepada-Nya dan seolah-olah Dia berbicara kepada saya, “Jangan bersedih hambaku, kemarilah. Ada Aku yang masih bersama kamu.”

Kemarin, saya kembali mendapati pelajaran. Saya berjumpa dengan mereka yang berhati luar biasa. Mereka yang diuji Allah dengan sebuah ujian yang bagi saya 'Sangat Berat' , namun dengan kesabaran dan keikhlasan hati mereka, ujian itu mereka lewati dengan rasa syukur. Mereka punya hati yang luar biasa.

Mereka yang berhati luar biasa, adalah seorang Ibu yang dengan ikhlas merawat dan menjaga anaknya yang terkena penyakit Hidrosefalus. Mereka yang berhati luar biasa, adalah seorang anak yang tetap memberikan senyum manisnya meski mereka dilahirkan tak se-sempurna manusia lainnya.

Saya tak habis pikir, bagaimana jika saya ada di posisi mereka, apakah saya bisa menerima atau justru saya menyalahkan takdir. Tapi dari ini semua saya belajar, bahwa ada orang yang takdirnya tidak lebih baik dari saya. Namun, mereka dengan berlapang dada menerima apa yang diberikan Allah kepada mereka. Sementara saya, yang masih dihadapi ujian kecil saja masih mengeluh dan masih sering menyalahkan takdir. 

Dari mereka saya belajar arti kesabaran dan keikhlasan.

Salah seorang Ibu dari anak yang terkena penyakit Hidrosefalus berkata, "Awalnya sempat berkecil hati dan bertanya apa salah saya sehingga diberi ujian sebesar ini. Tapi saya sadar bahwa saya harus lebih sabar dalam menerima takdir, karena anak saya pun pasti tidak mau dilahirkan seperi ini. Dan kesabaran dalam menerima takdir ini semoga menjadi ladang pahala saya untuk mendapatkan tiket ke surga-Nya."

Masyaa Allah ...

Perkataan itu membuat hati saya tersentak. Apa yang saya lakukan selama ini menghadapi ujian?

Salah seorang teman saya pernah bilang, "Kalau kita ngelihat ke atas, kita ga akan pernah bersyukur sama nikmat Allah, tapi kalo kita ngelihat ke bawah, kita akan ngerasa jadi orang yang paling beruntung."

Kalimat itu terbukti ketika saya melihat mereka, para Ibu, yang berhati luar biasa. Saya merasa menjadi orang yang paling beruntung dan yang paling bersyukur atas semua nikmat Allah. Tapi saya juga malu dengan mereka yang dengan mudahnya menerima takdir tanpa mengeluh dan menuntut apapun dari Allah.

Tulisan ini saya dedikasikan untuk adik-adik saya yang berjuang dengan penyakitnya namun tetap dengan senyum lepasnya. Terima kasih telah membuat saya lebih semangat dan bersyukur dalam menghadapi hidup ini.

Teruntuk Kila yang paling semangat untuk belajar, dan yang bilang ke saya, "Kila mau sekolah, Kak." Semoga Kila bisa sekolah dan jadi anak yang pintar dan penerus bangsa. 

Semoga Kila baca tulisan ini yaa ...

Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari mereka yang tetap semangat dalam menjalani hidup dengan keterbatasan yang mereka punya.

Wallahu'alam bisshawab.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Kimia Menentukan Perubahan Entalpi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA MENENTUKAN PERUBAHAN ENTALPI REAKSI   OLEH             KELOMPOK                                    : II ANGGOTA                                       : 1.       ADI YULIANTTO                                                    2155905 2.       ARIZKY PERWIRA RANGKUTI                          2155908 3.       FADHILLAH NUR PRATIWI                                 2155915 4.       FAISAL ALFANSURI S                                          2155916 5.       FUADIANTI AULIA                                                2155919 KELAS                                              : XI IPA 6 TANGGAL PRAKTIKUM             : 15 September 2016 GURU PEMBIMBING                   : Darmayanto S.Pd., M.Si SMAN 1 (PLUS) MATAULI PANDAN T.P 2016-2017 1.1 JUDUL PRAKTIKUM             Menentukan Perubahan Entalpi Reaksi 1.2 TUJUAN PRAKTIKUM             1) Dapat menentukan perubahan entalpi pada reaksi ant

Gugurnya Sang Panji Uhud

Bismillah Matahari bersinar terlalu terik kala itu. Seperti biasa. Mekah memang seperti itu. Seorang pemuda tampan berjalan menyusuri Kota Mekah. Seantero Mekah juga tahu siapa pemuda yang tengah berjalan itu, ditambah lagi dengan ciri khas aroma parfum yang digunakannya. Parfum dari negeri Yaman, parfum mewah dan mahal yang tidak sembarangan orang memakainya. Dia pemuda yang banyak gadis memujanya, bukan hanya karena ketampanannya, tapi juga karena kecerdasan dan kecemerlangannya. Pemuda yang terlahir dari keluarga kaya dan penuh kemewahan. Tak pernah satupun keinginannya di tolak oleh kedua orang tuanya. Dia adalah Ibnu Umair, atau dikenal dengan lengkap sebagai Mush’ab bin Umair. Langkah kakinya terus menyusuri Kota Mekah hingga ia tiba di Bukit Shafa, di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Darul Arqam, begitulah kaum muslimin mengatakannya. Ia kesini bukan tanpa tujuan. Hari-harinya selalu diliputi tanda tanya mengenai sosok Muhammad yang selalu saja diperbincangkan oleh orang-orang

Lelah atau Menyerah

"Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan." - Imam Syafi'i - "Ada apa hari ini?", tanyanya disela rasa lelah yang saat ini menyelimutiku. Aku tidak memiliki tenaga hari ini. Cukup. Aku malas menjawabnya. Aku menelungkupkan kepalaku di atas meja.  "Hei!" "Aku lelah, ku mohon. Aku malas untuk berbicara." "Kau sedang lelah atau menyerah?" "Sama saja." "Tentu berbeda. Jika kau lelah silahkan istirahat sejenak untuk kembali menata hati dan kembali melangkah. Tapi jika kau menyerah, harus apa? Bukankah menyerah adalah akhir segalanya?" "Aku menyerah karena sudah sangat lelah dengan semuanya." "Apa yang kau lelahkan hingga membuatmu menyerah?" "Perjuangan ini." "Perjuangan semacam apa yang membuatmu begitu cepat menyerah? Perjuangan meraih ambisi dunia? Jika iya, pantas saja kau mudah menyerah." Mendengar jawabannya aku menegak