Langsung ke konten utama

Ashabul Ukhdud

"Demi langit yang mempunyai gugusan bintang, dan demi hari yang dijanjikan. Demi yang menyaksikan dan disaksikan. Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman), yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar, ketika mereka duduk disekitarnya, sedang mereka memyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang mukmin. Dan mereka menyiksa orang mukmin itu hanya karena beriman kepada Allah yang Maha Perkasa, Maha Terpuji, Yang memiliki kerajaan langit dam bumi. Dan Allah Maha Menyaksikan Segala Seuatu."
(Q.S Al-Buruj[85] : 1-9) 


Peradaban Jauh Sebelum diutus Rasulullah, di Yaman

"Apa gerangan engkau menghadapku, Wahai Penyihir?", titah Sang Raja kepada Penyihir Tua yang berada dihadapannya.

"Usiaku sudah lanjut, Wahai Raja. Aku tak akan sanggup lagi mengemban tugas yang kelak kau berikan padaku."

Senyap beberapa lama. Raja belum menanggapi perkataan Penyihir Tua tersebut. Raja menatap para pengawalnya yang setia mendampingi disinggasananya, berharap ada masukan yang keluar dari mulut mereka. Namun tak ada sepatah katapun yang keluar.

"Lalu apa rencanamu?"

"Perkenankanlah saya untuk meminta engkau agar memberikan aku satu seorang pemuda. Akan aku ajarkan sihir kepadanya."

Raja bangkit dari kursi kehormatannya. Rencana Penyihir Tua tersebut bisa diterima dengan baik olehnya.

Raja menatap para pengawalnya. Tongkat yang terbuat dari emas dan bersimbol kejayaan kerajaannya ia angkat ke arah wajah para pengawalnya. "Carikan aku satu pemuda, dan kirimkan pemuda tersebut kepada Penyihir Tua ini jika kalian sudah dapat."

"Baik Raja."

Para Pengawal Raja tak membutuhkan waktu yang lama untuk mendapatkan Pemuda yang di inginkan oleh Rajanya. Mereka mendapatkan pemuda yang terkenal sangat bijak seantero wilayah kerajaan.

"Hai anak muda, pergilah engkau ke Penyihir Tua kerajaan. Raja memintamu untuk belajar ilmu sihir kepada Penyihir Tua agar kelak engkah bisa menggantikannya yang sudah mulai sepuh."

Pemuda Bijak itu menerima ajakan para Pengawal Kerajaan. Pemuda Bijak itu mulai mempersiapkan dirinya untuk pergi ke Penyihir Tua untuk mempelajari ilmu sihir.

Kakinya mulai menyelusuri jalan setapak, melewati rumah penduduk dan beberapa perkebunan yang menjadi bagian dari wilayah kerajaan. Di tengah perjalanan menuju Istana Kerajaan, kakinya terhenti saat melihat Biara Tua. Terdapat seorang Rahib yang tengah berkhotbah.

Pemuda Bijak itu berhenti dan mendengarkan apa yang disampaikan Sang Rahib. Rahib itu terkenal dengan ajaran agamanya yang murni. Yang mengajarkan adanya Tuhan. Pemuda Bijak  itu begitu menikmati apa yang disampaikan Sang Rahib. Hatinya tersentuh hingga tak sadar bahwa dirinya terlambat menuju ke Istana untuk bertemu dengan Penyihir Tua.

"Darimana saja kau!", Penyihir Tua itu memukul kepala Pemuda Bijak itu dengan tongkat kayunya yang sudah tua.

Pemuda Bijak itu tak menanggapi Penyihir Tua itu. Dia hanya diam dan selanjutnya mengikuti apa yang tengah diajarkan Penyihir Tua.

*****

"Rahib, kemarin kepalaku dipukul oleh Penyihir Tua kerajaan karena aku terlambat. Apa yang harus ku lakukan setelah itu?"

Rahib menatap Pemuda Bijak yang berada dihadapannya itu sambil memegang bahu Pemuda Bijak. "Kalau engkau takut pada Penyihir Tua itu, katakanlah bahwa keluargamu menahan kamu, dan kalau engkau takut pada keluargamu, katakanlah bahwa Penyihir Tua itu menahanmu."

Pemuda Bijak itu mendengarkan nasihat Sang Rahib. Dia pun kembali datang lagi ke Penyihir Tua untuk mempelajari ilmu sihir setelah dari Biara Tua Sang Rahib. Di tengah perjalanan ada seekor binatang besar yang menghalangi para penduduk untuk beraktivitas. Tidak ada yang berani melawan ataupun mengusir binatang tersebut.

Pemuda Bijak berbinar matanya. "Sekarang aku harus memastikan, Penyihir Tua lebih utama atau Rahib dengan ajarannya."

Diambilnya batu yang berada di bawah kakinya. "Wahai Allah, bila ajaran Rahib lebih engkau Ridhoi maka matikanlah binatang ini, agar orang-orang dapat beraktivitas kembali.'

Pemuda Bijak pun melemparkan batu tersebut ke arah binatang besar itu. Dan matilah binatang tersebut sehingga orang-orang dapat beraktivitas kembali.

Hatinya mulai tenang, matanya berbinar, dan batinnya mulai mempercayai apa yang terjadi pada dirinya. Pemuda Bijak itu pun bergegas menuju Sang Rahib dan menceritakan semuanya kepada Sang Rahib.

"Wahai anakku, sekarang engkaulah yang lebih baik dariku. Engkau telah menguasai semua yang aku ketahui, bersabarlah jika engkau diberi ujian, dan jangan pula engkau menyebut namaku!"

Apa yang dikatakan Sang Rahib adalah kebenaran. Pemuda Bijak tersebut dapat menyembuhkan penyakit buta dan berbagai penyakit lainnya karena keimanannya kepada Sang Pencipta yang telah ia pelajari pada Sang Rahib sebelumnya.

*****

"Sembuhkanlah mata saya...", titah Teman Sang Raja yang sudah mendengar kehebatan Pemuda Bijak itu. "Saya akan memberikan hadiah apa saja yang engkau mau."

"Bukan saya yang menyembuhkan penyakit yang ada pada seseorang, tapi Allah Ta'ala lah yang menyembuhkannya. Bila engkau beriman kepada Allah, niscaya saya akan berdo'a pada-Nya untuk menyembuhkan penyakitmu."

Teman Sang Raja itu tampak menimang. Namun akhirnya, ia menerima tawaran Pemuda Bijak itu. Dia beriman kepada Allah dan sembuhlah penyakitnya.

"Maha Besar Allah dengan segala kuasa-Nya."

Teman Sang Raja mendatangi Istana untuk bertemu dengan Raja. Ia pun duduk dan berbincang-bincang seperti biasa. Ikatan pertemanan yang kuat membuat mereka terlihat sangat begitu dekat.

"Siapa yang menyembuhkan mata mu itu?"

"Tuhanku."

Menegang wajah Sang Raja. "Apakah engkau punya Tuhan selain aku?"

"Tuhanku dan Tuhanmu sama. Dialah Allah!"

Murkalah Sang Raja. Disiksanyalah teman yang selama ini menjadi kepercayaannya, sampai akhirnya Teman Sang Raja itu mengatakan bahwa Pemuda Bijak yang menyembuhkannya.

"Panggilkan pemuda itu dan bawa ke hadapanku!"

Pengawal Raja pun bergegas mencari Pemuda Bijak itu dan membawanya ke hadapan Sang Raja.

"Hai anak muda, sihirmu sangat ampuh sehingga dapat menyambuhkan penyakit buta dan penyakit lainnya serta berbuat ini itu."

"Wahai Raja, Bukan sihir yang menyembuhkan. Melainkan Allah Ta'ala."

Kembali menegang wajah Sang Raja. Hatinya kembali Murka. Dan disiksa jugalah Pemuda Bijak itu, sampai akhirnya Pemuda Bijak menyebut Sang Rahib yang mengajarinya.

"Panggil Rahib itu!"

Kembali pengawalnya bergegas mencari Sang Rahib yang dimaksud sampai mereka menemukannya di Biara Tua dan membawanya ke hadapan Raja.

"Kembalilah engkau ke agama semula!", teriak Sang Raja kepada Rahib.

Sang Rahib menjawab dengan tenang ,"Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agama yang aku anut sekarang."

Mendengar jawaban Sang Rahib kembali murka hatinya. "Ambilkan aku gergaji!"

Para pengawal mengambil gergaji dan memberikannya kepada Sang Raja. Dia pun mulai menggergaji tubuh Sang Rahib dari atas hingga terbelah dua-lah tubuh Sang Rahib. Matilah Sang Rahib dengan keteguhan imannya.

Dipanggilnya teman kepercayaannya. "Kembalilah engkau ke agama semula dan nasibmu tidak akan seperti Rahib ini."

"Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan ajaran yang benar ini."

Dan digergajilah temannya itu seperti Sang Rahib hingga terbelah dua tubuhnya. Teman Snag Raja itu pun mati dalam keteguhan iman.

"Panggilkan Pemuda itu!"

Pengawal pun membawa Pemuda Bijak itu kehadapan Rajanya. "Lihatlah kedua temanmu sudah aku gergaji. Maka kembalilah engkau ke agama semulamu."

"Demi Allah, lebih baik aku mati daripada aku harus kembali ke agamaku dan menyembahmu kembali!"

"Bawa dia ke puncak gunung dan paksa dia untuk masuk ke agama semula, jika tidak mau maka lemparkan dia dari puncak itu!", titah Sang Raja yang sudah memerah mukanya karena kemurkaannya.

Para pengawalnya pun membawa Pemuda Bijak itu ke atas gunung. Sepanjang perjalanan, Pemuda Bijak menduga-duga, akan semacam apa nasibnya?

Sesampai di atas gunung, Pemuda Bijak segera berdo'a kepada Allah. "Wahai Allah, hindarkanlah aku dari kejahatan mereka sesuai dengan yang Engkau kehendaki."

Bergetar gunung itu, seolah-olah hendak runtuh. Pemuda Bijak itu melihat disekelilingnya, para pengawal Raja sudah menggelundung dari atas ke bawah dan tinggal-lah dia sendiri. Dia pun kembali melangkah menghadap Sang Raja.

"Apa yang terjadi? Kemana para pengawalku?"

"Allah telah menghindarkan aku dari kejahatan mereka dan engkau."

Sang Raja tidak percaya dengan apa yang diucapkan Pemuda Bijak. "Bawa dia naik kapal dan bawa ke tengah laut. Paksa dia untuk kembali ke agamanya semula, jika dia tidak mau buanglah dia di tengah laut!"

Para pengawal Raja yang lainnya pun kembali membawa Pemuda Bijak tersebut. Pemuda Bijak tak bisa berbuat apa-apa, kembali ia berdo'a. Masih dengan do'a yang sama.

Atas izin Allah, kapal itu terbalik dan menyisahkan Pemuda Bijak yang selamat.
Datanglah lagi ia ke hadapan Raja. "Engkau tidak dapat membunuh aku sampai engkau penuhi perintahku, Wahai Raja."

"Apa keinginanmu?"

"Engkau harus mengumpulkan orang banyak dalam satu lapangan dan gantunglah sata di atas sebuah tiang kemudia ambillah anak panahku dari tempatnya serta letakkan busurnya kemudian bacalah ... 'Bismillahi Rabbil ghulaam'. Lantas lepaskanlah anak pana itu padaku."

"Apabila engkau lakukan itu, maka engkau berhasil membunuhku."

Raja pun memenuhi perintah Pemuda Bijak tersebut. Dia mengumpulkan para penduduk kerajaan di lapangan dekat istana. Semua orang melihat apa yang sedang terjadi. Mereka melihat bagaimana Sang Raja melepaskan anak panah yang terkena pelipis Pemuda Bijak sambil membaca 'Bismillahi Rabbi ghulaam'.
Pemuda Bijak pun mati dengan membawa keteguhan imannya dan disaksian banyak pandangan mata.

Menyaksikan apa yang terjadi di depan mata mereka. Para penduduk kerajaan pun seraya berkata pada Raja mereka. "Demi Allah, kami beriman dengan Tuhannya Pemuda Bijak itu."

Mendengar seruan para penduduknya yang justru menentang agamanya membuat Sang Raja murka. Matanya tajam bagai elang yangelihat mangsa. Urat lehernya mulai menegang.

"Apa yang engkau khawatirkan sekarang menjadi nyata. Demi Allah sekarang kami telah beriman kepada Zat yang lebih berhak di sembah."

"Gali parit besar dan nyalakan api di dalamnya. Lemparkan ke dalam bagi sipaa yang tidak mau kembali ke agama semula!", ancam Sang Raja.

Namun para penduduk tak takut dengan ancaman Sang Raja, mereka mempertahankan apa yang sudah jelas kebenarannya sampai akhirnya mereka harus dilemparkan ke dalM parit dengan keteguhan iman yang mereka pegang.

Insyaa Allah mereka mati di jalan yang benar.

*****

Seorang wanita yang menggendong seorang bayi tampak gelisah dan merasa ragu. Ditatapnya Sang Bayi dengan rasa kasihan. Akankah ia tetap masuk ke dalam parit sementara ia tengah bersama anaknya yang masih belia?

Kegelisahan dan keraguannya terjawab. "Wahai Ibu, bersabarlah! Engkau berada di dalam kebenaran."

Dan wanita itu pun dilemparkan ke parit dengan keimanan yang dipegang teguh olehnya.
Wallahu'alam bisshawab.

Referensi :
1. QS. Al-Buruj[85] : 1-9

2. Kitab Riyadhus Shalihin Jilid 1, Abu Zakariya Muhyuddin an-Nawawi, yang diterjemahkan Dr. Muslich Shabir, MA hadits ke-6 dalam Bab Sabar hal. 29 yang dalam riwayat Muslim.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Praktikum Kimia Menentukan Perubahan Entalpi

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA MENENTUKAN PERUBAHAN ENTALPI REAKSI   OLEH             KELOMPOK                                    : II ANGGOTA                                       : 1.       ADI YULIANTTO                                                    2155905 2.       ARIZKY PERWIRA RANGKUTI                          2155908 3.       FADHILLAH NUR PRATIWI                                 2155915 4.       FAISAL ALFANSURI S                                          2155916 5.       FUADIANTI AULIA                                                2155919 KELAS                                              : XI IPA 6 TANGGAL PRAKTIKUM             : 15 September 2016 GURU PEMBIMBING                   : Darmayanto S.Pd., M.Si SMAN 1 (PLUS) MATAULI PANDAN T.P 2016-2017 1.1 JUDUL PRAKTIKUM             Menentukan Perubahan Entalpi Reaksi 1.2 TUJUAN PRAKTIKUM             1) Dapat menentukan perubahan entalpi pada reaksi ant

Gugurnya Sang Panji Uhud

Bismillah Matahari bersinar terlalu terik kala itu. Seperti biasa. Mekah memang seperti itu. Seorang pemuda tampan berjalan menyusuri Kota Mekah. Seantero Mekah juga tahu siapa pemuda yang tengah berjalan itu, ditambah lagi dengan ciri khas aroma parfum yang digunakannya. Parfum dari negeri Yaman, parfum mewah dan mahal yang tidak sembarangan orang memakainya. Dia pemuda yang banyak gadis memujanya, bukan hanya karena ketampanannya, tapi juga karena kecerdasan dan kecemerlangannya. Pemuda yang terlahir dari keluarga kaya dan penuh kemewahan. Tak pernah satupun keinginannya di tolak oleh kedua orang tuanya. Dia adalah Ibnu Umair, atau dikenal dengan lengkap sebagai Mush’ab bin Umair. Langkah kakinya terus menyusuri Kota Mekah hingga ia tiba di Bukit Shafa, di rumah al-Arqam bin Abi al-Arqam. Darul Arqam, begitulah kaum muslimin mengatakannya. Ia kesini bukan tanpa tujuan. Hari-harinya selalu diliputi tanda tanya mengenai sosok Muhammad yang selalu saja diperbincangkan oleh orang-orang

Lelah atau Menyerah

"Jika kamu tidak tahan terhadap penatnya belajar, maka kamu akan menanggung bahayanya kebodohan." - Imam Syafi'i - "Ada apa hari ini?", tanyanya disela rasa lelah yang saat ini menyelimutiku. Aku tidak memiliki tenaga hari ini. Cukup. Aku malas menjawabnya. Aku menelungkupkan kepalaku di atas meja.  "Hei!" "Aku lelah, ku mohon. Aku malas untuk berbicara." "Kau sedang lelah atau menyerah?" "Sama saja." "Tentu berbeda. Jika kau lelah silahkan istirahat sejenak untuk kembali menata hati dan kembali melangkah. Tapi jika kau menyerah, harus apa? Bukankah menyerah adalah akhir segalanya?" "Aku menyerah karena sudah sangat lelah dengan semuanya." "Apa yang kau lelahkan hingga membuatmu menyerah?" "Perjuangan ini." "Perjuangan semacam apa yang membuatmu begitu cepat menyerah? Perjuangan meraih ambisi dunia? Jika iya, pantas saja kau mudah menyerah." Mendengar jawabannya aku menegak